Ibu kota Lebanon, Beirut, tengah diliputi duka yang mendalam. Kota tersebutdiluluhlantakkan oleh ledakan yang sangat dahsyat. Seperti diketahui, peristiwa itu terjadi padaSelasa (4/8/2020) petang waktu setempat
Puluhan nyawa melayang serta ribuan lainnya luka luka. Sontak, insiden ini menjadiperhatian masyarat seluruh dunia . TIm penyelamat bekerja sepanjang malam untuk mencari korban dalam insiden tersebut hingga Rabu pagi waktu setempat.
Ribuan bangunan rusak parah akibat dari ledakan besar tersebut. Dilansir dari Arab News, Sabtu (8/8/2020), lebih dari 60 orang dilaporkan masih belum ditemukan hingga saat ini. Menteri Kesehatan Lebanon mengatakan, jumlah korban meninggal bertambah menjadi 154 orang.
"Jumlah korban meninggal mencapai 154 orang, 25 korban di antaranya belum teridentifikasi. Selain itu, kami masih memiliki 60 orang yang belum ditemukan," kata kementerian itu. Sekitar 5.000 orang juga dilaporkan mengalami luka luka dan 300.000 warga Beirut kehilangan tempat tinggal. Ironisnya, ledakan itu terjadisaat rakyat Lebanon bertubi tubi dihantam oleh angka kemiskinan dan pengangguran yang meroket akibat krisis ekonomi.
Walhasil, hanya sedikit sekali orang yang memiliki kemampuan untuk membangun kembali rumah dan bisnis mereka. Rumah sakit di Beirut tetap kewalahan menampung jumlah korban luka luka terluka dan ada kekhawatiran lonjakan kasus virus corona. Aksiunjuk rasa pun pecah dua harisetelah bencana tersebut terjadi.
Terlihat puluhan orang melakukan pelemparan batu ke pihak aparat. Sedangkan polisi menembakkan gas air mata ke kerumunan massa sebagaimana dilansir dariCBS News, Jumat (7/8/2020). Rupanya, banyak orang Lebanon menyalahkan para pejabat Lebanon atas ledakan di Beirut tersebut.
Merekamemprotes para pejabat karena dituduh salah mengurusi negara. Selain itu, massa juga menuduh mereka korup sehingga menggiring Lebanon ke ambang kehancuran perekonomian. Pada Kamis pagi, PresidenPerancisEmmanuel Macron mengunjungi Lebanon dan menjanjikan bantuan.
Namun, dia memperingatkan bahwa dia tidak akan memberikan "cek kosong” terhadap apa yang disebutnya sebagai sistem yang tidak lagi dipercaya rakyat. Macron bahkan meminta rakyat Lebanon untuk menciptakan “tatanan politik baru”. Saat Macron berjalan melewati salah satu kawasan yang paling parah terkena dampak ledakan, Gemmayzeh, kerumunan massa berkumpul di sekitarnya.
Mereka meneriakkan kemarahan mereka dan meneriakkan "Revolusi!" dan "Rakyat ingin menjatuhkan rezim!". Pemimpin Prancis itu mengatakan kepada mereka bahwa dia akan mengusulkan "pakta politik baru" ketika dia bertemu dengan pemerintah Lebanon. “Saya akan kembali pada 1 September dan jika mereka tidak dapat melakukannya, saya akan bertanggung jawab atas Anda," sambung Macron.
Dia juga berjanji bahwa bantuan Perancis akan diberikan dengan transparansi dan "tidak akan jatuh ke tangan koruptor". Salah seorang wanita berteriak kepada Macron bahwa Macron sendiri duduk bersama pemerintah Lebanon. Namun Macron buru buru membantah tuduhan tersebut dengan menyatakan bahwa kehadirannya dimaksudkan untuk membantu rakyat Lebanon, bukan pemerintah Lebanon.
Sementara itu, tidak ada politikus Lebanon yang dilaporkan mengunjungi daerah pemukiman yang rusak akibat ledakan sebelum Macron meski Presiden Lebanon Michel Aoun dan yang lainnya mengunjungi pelabuhan tersebut. Beberapa jam setelah Macron meninggalkan Gemmayzeh, Menteri Kehakiman Lebanon Marie Claude Najm mencoba berkunjung. Namun Marie Claude langsung diusir dari Gemmayzeh oleh orang orang.
Setelah melakukan pembicaraan dengan para pemimpin Lebanon, Macron mengumumkan bahwa Perancis akan menyelenggarakan konferensi dengan negara negara lain beberapa hari mendatang. Negara negara tersebut seperti Amerika Serikat (AS), negara di Eropa, beberapa negara di Timur Tengah, dan negara pendonor bantuan lain. Mereka akan membahas mengenai berbagai macam bantuan yang akan disalurkan kepada Lebanon.
Macron menegaskan bahwa bantuan tersebut harus dikelola dengan “jelas dan transparan” oleh pemerintah Lebanon agar disalurkan kepada rakyat Lebanon. Pada Jumat, AS menjanjikan bantuan bencana senilai lebih dari 17 juta dollar AS (Rp 250 miliar). Negara negara di Eropa dan Asia juga mengirimkan dokter, peralatan medis, atau rumah sakit lapangan.
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada Kamis mengatakan bahwa telah mengeluarkan 9 juta dollar AS (Rp 132 miliar) dari dana daruratnya untuk Lebanon. Selama lebih dari 10 tahun, para pejabat, kelompok pengawas, dan media Lebanon telah melaporkan korupsi yang meluas di Pelabuhan Beirut, termasuk penyuapan dan penyembunyian barang dagangan dari bea masuk atau pajak.